- DEFINISI Berfikir kritis adalah suatu proses dimana seseorang atau individu dituntut untuk menginterpretasikan dan mengevaluasi informasi untuk membuat sebuah penilaian atau keputusan berdasarkan kemampuan, menerapkan ilmu pengetahuan dan pengalaman (Pery & Potter, 2005). Berfikir kritis dalam keperawatan adalah komersial untuk keperawatan profesional karena cara berfikir ini terdiri dari atas pendekatan holistik untuk pemecahan masalah.
- 3. Metode Berfikir Kritis Freely mengidentifikasi 7 metode critical thinking : Debate : metode yang digunakan untuk mencari, membantu, dan merupakan keputusan yang beralasan bagi seseorang atau kelompok dimana dalam proses terjadi perdebatan atau argumentasi. Individual decision : Individu dapat berdebat dengan dirinya sendiri dalam proses mengambil keputusan Group discussion : sekelompok orang memperbincangkan suatu masalah Persuasi : komunikasi yang berhubungan dengan mempengaruhi perbuatan, keyajinan, sikap, dan nilai-nilai orang lain melalui berbagai alas an, argument, atau bujukan. Debat dan iklan adalah dua bentuk persuasi Propoganda : komunikasi dengan menggunakan berbagai media yang sengaja dipersiapkan untuk mempengaruhi massa pendengar Coercion : mengancam atau menggunakan kekuatan dalam berkomunikasi untuk memaksakan suatu kehendak
- 4. Karakteristik Berfikir Kritis Konseptualisasi Rasional dan beralasan Reflektif Bagian dari suatu sikap Kemandirian berpikir Berpikir adil dan terbuka Pengambilan keputusan berdasarkan keyakinan
- 5. Proses Berfikir Kritis Mengenali masalah (defining and clarifying problem) Menilai informasi yang relevan Pemecahan masalah atau penarikan kesimpulan
- 6. Berfikir Kritis dalam Keperawatan Berfikir meliputi proses yang tidak statis, berubah setiap saat. Berfikir kritis dalam keperawatan adalah komponen dasar dalam pertanggunggugatan profesional dan kualitas asuhan keperawatan. Berpikir kritis merupakan jaminan yang terbaik bagi perawat mencapai sukses dalam berbagai aktifitas dan merupakan suatu penerapan profesionalisme serta pengetahuan tekhnis atau keterampilan tekhnis dalam memberikan asuhan keperawatan.
- 7. Perawat setiap hari mengambil keputusan. Perawat menggunakan keterampilan berpikir kritis dalam berbagai cara : Perawat menggunakan pengetahuan dari berbagai subjek dari lingkungannya Perawat menangani perubahan yang berasal dari stressor lingkungan Perawat penting membuat keputusan
- 8. Manfaat Berfikir Kritis dalam Keperawatan Berikut ini merupakan manfaat berpikir kritis dalam keperawatan adalah sebagai berikut : Penggunaan proses berpikir kritis dalam aktifitas keperawatan sehari-hari. Membedakan sejumlah penggunaan dan isu-isu dalam keperawatan Mengidentifikasi dan merumuskan masalah keperawatan. Menganalisis pengertian hubungan dari masing-masing indikasi, penyebab dan tujuan, serta tingkat hubungan. Menganalisis argumen dan isu-isu dalam kesimpulan dan tindakan yang dilakukan. Menguji asumsi-asumsi yang berkembang dalam keperawatan. Melaporkan data dan petunjuk-petunjuk yang akurat dalam keperawatan.
- 9. Membuat dan mengecek dasar analisis dan validasi data keperawatan. Merumuskan dan menjelaskan keyakinan tentang aktifitas keperawatan. Memberikan alasan-alasan yang relevan terhadap keyakinan dan kesimpulan yang dilakukan. Merumuskan dan menjelaskan nilai-nilai keputusan dalam keperawatan. Mencari alasan-alasan kriteria, prinsip-prinsip dan aktifitas nilai-nilai keputusan. Mengevaluasi penampilan kinerja perawat dan kesimpulan asuhan keperawatan.
- 10. Model Berfikir Kritis Costa, dkk (1985) mengidentifikasi model berfikir kritis : Remembering Repeating Reasoning Reorganizing Relating Reflecting
- 11. Model Berfikir Kritis dalam Keperawatan Dalam penerapan pembelajaran berpikir kritis di pendidikan keperawatan, dapat digunakan tiga model, yaitu sebagai berikut : Feeling Model Model ini menekankan pada rasa, kesan, dan data atau fakta yang ditemukan. Vision Model Model ini digunakan untuk membangkitkan pola pikir, mengorganisasi dan menerjemahkan perasaan untuk merumuskan hipotesis, analisis, dugaan, dan ide tentang permasalahan perawatan kesehatan klien Examine Model Model ini digunakan untuk merefleksi ide, pengertian, dan visi. Perawat menguji ide dengan bantuan kriteria yang relevan
- 12. Bentuk-bentuk Berfikir Kritis Berbagai asumsi berfikir Bahwa berpikir, perasaan, dan berbuat adalah semua komponen dasar keperawatan yang diharapakan yang dikerjakan bersama dan sejalan Bahwa berpikir, berperasaan, berbuat adalah sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dalam seluruh kehidupan praktek keperawatan Bahwa perawat dan mahasiswa keperawatan adalah dua yang berbeda, tetapi keduanya dating dengan berbagai keterampilan berfikir dalam keperawatan Bahwa upaya mengembangkan cara berfikir adalah upaya yang disengaja yang dapat dipertimbangkan dan dipelajari Banyak mahasiswa keperawatan dan perawat menemukan kesulitan untuk menggambarkan keterampilan berfikirnya. Jarang dari mereka bertanya bagaimana berfikir, dan hanya biasanya bertanya apa yang mereka fikirkan Berpikir kritis dalam keperawatan hamper sama bila kita berfikir melakukan kegiatan yang sesuai dengan konteks situasi dimana berfikir terjadi
- 13. bentuk berfikir ( T H I N K ) Total Recall Habits Inguiry New Idea and creativity Knowing How you think
- 14. Penerapan Berfikir Kritis dalam Keperawatan Ada 4 hal pokok penerapan berfikir kritis dalam keperawatan, yaitu : Penggunaan bahasa dalam keperawatan Lima macam penggunaan bahasa dalam konteks berfikir kritis : Memberikan informasi yang dapat diklarifikasi (informative use of language) Mengekspresikan perasaan dan sikap (expressive use of language) Melaksanakan perencanan keperawatan atau ide-ide dalam tindakan keperawatan (directive use of language) Mengajukan pertanyaan dalam rangka mencari informasi, mengekspresikan keraguan dan keheranan (interrogative use of language) Mengekspresikan pengandaian (conditional use of language)
- 15. Argumentasi dalam keperawatan Sehari-hari perawat dihadapkan pada situasi harus berargumentasi untuk menemukan, menjelaskan kebenaran, mengklarifikasi isu, memberikan penjelasan, mempertahankan terhadap suatu tuntutan/tuduhan Pengambilan keputusan Dalam praktek keperawatan sehari-hari, perawat selalu dihadapkan pada situasi dimana harus mengambil keputusan dengan tepat.
- 16. Penerapan dalam proses keperawatan Pengkajian : mengumpulkan data, melakukan observasi dalam pengumpulan data berfikir kritis, mengelola dan mengkatagorikan data menggunakan ilmu-ilmu lain. Perumusan diagnosa keperawatan : tahap pengambilan keputusan yang paling kritis, menentukan masalah dan dengan argumen yaitu secara rasional. Perencanaan keperawatan : menggunakan pengetahuan untuk mengembangkan hasil yang diharapkan, keterampilan guna mensintesa ilmu yang dimiliki untuk memilih tindakan. Pelaksanaan keperawatan : pelaksanaan tindakan keperawatan adalah keterampilan dalam menguji hipotesa, tindakasn nyata yang menentukan tingkat keberhasilan. Evaluasi keperawatan : mengkaji efektifitas tindakan, perawat harus dapat mengambil keputusan tentang pemenuhan
Senin, 10 Februari 2014
berfikir kritis
Minggu, 09 Februari 2014
halusinasi pendengran
A. PENGERTIAN
Halusinasi merupakan salah satu
masalah yang mungkin ditemukan dari masalah persepsual pada skizofrenia.,
dimana halusinasi tersebut didefenisikan sebagai pengalaman atau kesan sensori
yang salah terhadap stimulus sensori.
Halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana klien
mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca
indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu
persepsi melalui panca indra tanpa stimulus eksteren :Persepsi palsu. Berbeda
dengan ilusi dimana klien mengalami persepsi yang salah terhadap stimulus,
salah persepsi pada halusinasi terjadi tanpa adanya timulus eksternal yang
terjadi. Stimulus internal dipersepsikan sebagai sesutu yang nyata ada oleh
klien.
Halusinasi sering diidentikkan dengan
Schizofrenia. Dari seluruh klien Schizofrenia 70% diantaranya mengalami
halusinasi. Klien skizofrenia dan psikotik lain 20% mengalami campuran
halusinasi pendengaran dan penglihatan.
Pada halusinasi dapat terjadi pada kelima indera
sensoris utama yaitu :
1. Pendengaran terhadap suara : Klien
mendengar suara dan bunyi yang tidak berhubungan dengan stimulus nyata dan
orang lain tidak mendengarnya.
2. Visual terhadap penglihatan : Klien
melihat gambaran yang jelas atau samar-samar tanpa stimulus yang nyata dan
orang lain tidak melihatnya.
3. Taktil terhadap sentuhan : Klien merasakan
sesuatu pada kulitnya tanpa stimulus yang nyata.
4.
Pengecap
terhadap rasa : Klien merasa makan sesuatu yang tidak nyata. Biasanya
merasakan rasa makanan yang tidak enak.
5.
Penghidu terhadap bau : Klien mencium bau yang muncul
dari sumber tertentu tanpa stimulus yang nyata dan orang lain tidak menciumnya.
B. RENTANG RESPON HALUSINASI
Halusinasi
merupakan salah satu respon maladaptif individu yang berada dalam rentang
respon neurobiologi. Ini merupakan respon persepsi paling maladaptif. Jika
klien sehat persepsinya akurat, mampu mengidentifikasi dan menginterpretasikan
stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indra ( pendengaran,
penglihatan, penghidu, pengecapan, dan perabaan ), klien dengan halusinasi
mempersepsikan suatu stimulus panca indra walaupun sebenarnya stimulus itu tidak
ada. Diantara kedua respon tersebut adalah respon individu yang karena sesuatu
hal mengalami kelainan persepsi yaitu salah mempersepsikan stimulus yang
diterimanya yang disebut sebagai ilusi. Klien mengalami ilusi jika interpretasi
yang dilakukannya terhadap stimulus panca indra tidak akurat sesuai stimulus
yang diterima.
Rentang respon :
Respon Adaptif Respon Maladaptif
Pikiran logis Distorsi pikiran Gangguan pikir/delusi
Persepsi akurat Ilusi Halusinasi
Emosi konsisten dengan
Reaksi emosi berlebihan Sulit
berespon emosi
pengalaman atau kurang
Perilaku sesuai Perilaku aneh/tdk biasa Perilaku disorganisasi
Berhubungan
sosial Menarik diri Isolasi sosial
C. JENIS –JENIS HALUSINASI
JENIS
HALUSINASI
|
KARAKTERISTIK |
Pendengaran
70
%
|
Mendengar suara atau kebisingan, paling sering
suara orang. Suara berbentuk kebisingan yang kurang jelas sampai
kata-kata yang jelas berbicara tentang klien, bahkan sampai pada percakapan
lengkap antara dua orang yang mengalami halusinasi. Pikiran yang terdengar
dimana klien mendengar perkataan bahwa klien disuruh untuk melakukan sesuatu
kadang dapat membahayakan.
|
Penglihatan
20%
|
Stimulus
visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar geometris,gambar kartun,bayangan
yang rumit atau kompleks. Bayangan bias menyenangkan atau menakutkan seperti
melihat monster.
|
Penghidu |
Membaui
bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin, dan feses umumnya bau-bauan yang
tidak menyenangkan. Halusinasi penghidu sering akibat stroke, tumor, kejang,
atau dimensia.
|
Pengecapan
|
Merasa
mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.
|
Perabaan
|
Mengalami
nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas. Rasa tersetrum listrik
yang datang dari tanah, benda mati atau orang lain.
|
Cenesthetic
|
Merasakan
fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri, pencernaan makan atau
pembentukan urine
|
Kinisthetic
|
Merasakan
pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.
|
D.
FASE HALUSINASI.
Halusinasi yang dialami oleh klien
biasanya berbeda intensitas dan keparahannya. Fase halusinasi terbagi
empat:
1.
Fase Pertama
Pada fase ini klien mengalami
kecemasan, stress, perasaan gelisah, kesepian. Klien mungkin melamun atau
memfokukan pikiran pada hal yang menyenangkan untuk menghilangkan kecemasan dan
stress. Cara ini menolong untuk sementara.
Klien masih mampu mengotrol
kesadarnnya dan mengenal pikirannya, namun intensitas persepsi meningkat.
2.
Fase Kedua
Kecemasan meningkat dan
berhubungan dengan pengalaman internal dan eksternal, klien berada pada tingkat
“listening” pada halusinasi.
Pemikiran internal menjadi menonjol, gambaran suara dan sensasi
halusinasi dapat berupa bisikan yang tidak jelas klien takut apabila orang lain
mendengar dan klien merasa tak mampu mengontrolnya.
Klien membuat jarak antara dirinya dan halusinasi dengan memproyeksikan
seolah-olah halusinasi datang dari orang lain.
3.
Fase Ketiga
Halusinasi lebih menonjol, menguasai dan mengontrol
klien menjadi terbiasa dan tak berdaya pada halusinasinya. Halusinasi memberi
kesenangan dan rasa aman sementara.
4.
Fase Keempat.
Klien
merasa terpaku dan tak berdaya melepaskan diri dari kontrol halusinasinya. Halusinasi
yang sebelumnya menyenangkan berubah menjadi mengancam, memerintah dan memarahi
klien tidak dapat berhubungan dengan orang lain karena terlalu sibuk dengan
halusinasinya klien berada dalam dunia yang menakutkan dalam waktu singkat,
beberapa jam atau selamanya. Proses ini menjadi kronik jika tidak dilakukan
intervensi.
E. PENGKAJIAN KLIEN DENGAN HALUINASI
Halusinasi
merupakan salah satu gejala yang ditampakkan oleh klien yang mengalami
psikotik, khususnya schizofrenia. Pengkajian klien dengan halusinasi demikian
merupakan proses identifikasi data yang melekat erat dengan pengkajian respon
neurobiologi lainnya seperti yang terdapat juga pada schizofrenia.
1.
Faktor Predisposisi
Beberapa faktor predisposisi yang berkontribusi
pada munculnya respon neurobiologi seperti halusinasi antara lain:
a.
Faktor Genetik
Telah diketahui bahwa genetik schizofrenia
diturunkan melalui kromoson tertentu. Namun demikian kromoson yang keberapa
yang menjadi factor penentu gangguan ini sampai sekarang masih dalam tahap
penelitian. Diduga letak gen schizoprenia adalah kromoson nomor enam, dengan
kontribusi genetik tambahan No.4,8,5 dan 22 (Buchanan dan Carpenter,2002). Anak
kembar identik memiliki kemungkinan mengalami schizofrenia sebesar 50% jika
salah satunya mengalami schizofrenia, sementara jika di zygote peluangnya
sebesar 15 %, seorang anak yang salah satu orang tuanya mengalami schizofrenia
berpeluang 15% mengalami schizofrenia, sementara bila kedua orang tuanya
schizofrenia maka peluangnya menjadi 35 %.
b.
Faktor Neurobiologi.
Ditemukan
bahwa korteks pre frontal dan korteks limbiks pada klien schizofrenia tidak
pernah berkembang penuh. Ditemukan juga pada klien schizofrenia terjadi
penurunan volume dan fungsi otak yang abnormal. Neurotransmitter dopamin
berlebihan, tidak seimbang dengan kadar serotin.
c.
Studi neurotransmitter.
Schizofrenia
diduga juga disebabkan oleh ketidak seimbangan neurotransmitter dimana dopamin
berlebihan, tidak seimbang dengan kadar serotin.
d.
Teori virus
Paparan
virus influenza pada trimester ke-3 kehamilan dapat menjadi faktor predisposisi
schizofrenia.
e.
Psikologis.
Beberapa
kondisi pikologis yang menjadi faktor predisposisi schizofrenia antara lain
anak yang di pelihara oleh ibu yang suka cemas, terlalu melindungi, dingin dan
tak berperasaan, sementara ayah yang mengambil jarak dengan anaknya.
2.
Faktor presipitasi
Faktor –faktor
pencetus respon neurobiologis meliputi :
a.
Berlebihannya proses informasi pada system syaraf yang
menerima dan memproses informasi di thalamus dan frontal otak.
b.
Mekanisme penghataran listrik di syaraf terganggu (
mekanisme gateing abnormal)
c.
Gejala-gejala pemicu kondisi kesehatan lingkungan,
sikap dan perilaku seperti yang tercantum pada tabel dibawah ini :
Kesehatan |
Nutrisi Kurang
Kurang tidur
Ketidak
siembangan irama sirkardian
Kelelahan
infeksi
Obat-obatan
system syaraf pusat
Kurangnya
latihan
Hambatan unutk
menjangkau pelayanan kesehatan
|
Lingkungan
|
Lingkungan
yang memusuhi, kritis
Masalah di
rumah tangga
Kehilangan kebebasan hidup, pola aktivitas
sehari-hari
Kesukaran
dalam berhubungan dengan orang lain
Isoalsi sosial
Kurangnya
dukungan sosial
Tekanan kerja
( kurang keterampilan dalam bekerja)
Stigmasasi
Kemiskinan
Kurangnya alat
transportasi
Ktidak
mamapuan mendapat pekerjaan
|
Sikap/Perilaku
|
Merasa tidak
mampu ( harga diri rendah)
Putus asa
(tidak percaya diri )
Mersa gagal (
kehilangan motivasi menggunakan keterampilan diri
Kehilangan
kendali diri (demoralisasi)
Merasa punya
kekuatan berlebihan dengan gejala tersebut.
Merasa malang ( tidak mampu
memenuhi kebutuhan spiritual )
Bertindak
tidak seperti orang lain dari segi usia maupun kebudayaan
Rendahnya kemampuan
sosialisasi
Perilaku
agresif
Perilaku
kekerasan
Ketidak
adekuatan pengobatan
Ketidak
adekuatan penanganan gejala.
|
3.
Mekanisme Koping.
Mekanisme koping yang sering digunakan klien dengan
halusinasi adalah:
q Regresi, menjadi
malas beraktifitas sehari-hari.
q Proyeksi,
mencoba menjelaskan gangguan persepsi dengan mengalihkan tanggung jawab kepada
orang lain atau sesuatu benda.
q Menarik
diri, sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus internal.
q Keluarga
mengingkari masalah yang dialami klien.
4.
Perilaku
Halusinasi benar-benar riil dirasakan oleh klien yang
mengalaminya, seperti mimpi saat tidur. Klien mungkin tidak punya cara untuk menentukan persepsi tersebut nyata.
Sama halnya seperti seseorang mendengarkan suara- suara dan tidak lagi meragukan orang yang
berbicara tentang suara tersebut. Ketidakmampuannya mempersepsikan stimulus
secara riil dapat menyulitkan kehidupan klien. Karenanya halusinasi harus
menjadi prioritas untuk segera diatasi.
Untuk memfasilitasinya klien perlu dibuat nyaman untuk menceritakan perihal
haluinasinya.
Klien yang
mengalami halusinasi sering kecewa karena mendapatkan respon negatif ketika
mencoba menceritakan halusinasinya
kepada orang lain. Karenanya banyak klien enggan untuk menceritakan pengalaman
–pengalaman aneh halusinasinya. Pengalaman halusinasi menjadi masalah untuk
dibicarakan dengan orang lain. Kemampuan untuk memperbincangkan tentang
halusinasi yang dialami oleh klien sangat penting untuk memastikan dan
memvalidasi pengalaman halusinasi tersebut. Perawat harus memiliki ketulusan dan perhatian
untuk dapat memfasilitasi percakapan tentang halusinasi.
Perilaku
klien yang mengalami halusinasi sangat tergantung pada jenis halusinasinya.
Apabila perawat mengidentifikasi adanya tanda –tanda dan perilaku halusinasi
maka pengkajian selanjutnya harus dilakukan tidak hanya sekedar mengetahui
jenis halusinasi saja. Validasi informasi tentang halusinasi yang
diperlukan meliputi :
q Isi
Halusinasi.
Ini
dapat dikaji dengan menanyakan suara siapa yang didengar, apa yang dikatakan
suara itu, jika halusinasi audiotorik. Apa bentuk bayangan yang dilihat oleh
klien, jika halusinasi visual, bau apa yang tercium jika halusinasi penghidu,
rasa apa yang dikecap jika halusinasi pengecapan,dan apa yang dirasakan
dipermukaan tubuh jika halusinasi perabaan.
q Waktu
dan Frekuensi.
Ini
dapat dikaji dengan menanyakan kepada klien kapan pengalaman halusinasi muncul,
berapa kali sehari, seminggu, atau sebulan pengalaman halusinasi itu muncul. Informasi ini sangat penting untuk
mengidentifikasi pencetus halusinasi dan menentukan bilamana klien perlu
perhatian saat mengalami halusinasi.
q Situasi
Pencetus Halusinasi.
Perawat
perlu mengidentifikasi situasi yang dialami sebelum halusinasi muncul. Selain
itu perawat juga bisa mengobservasi apa yang dialami klien menjelang munculnya
halusinasi untuk memvalidasi pernyataan klien.
q Respon
Klien
Untuk
menentukan sejauh mana halusinasi telah mempengaruhi klien bisa dikaji dengan
apa yang dilakukan oleh klien saat mengalami pengalaman halusinasi. Apakah
klien masih bisa mengontrol stimulus halusinasinya atau sudah tidak berdaya
terhadap halusinasinya.
Selain
data tentang halusinasinya, perawat juga dapat mengkaji data yang terkait
dengan halusinasi, yaitu :
·
Bicara, senyum dan tertawa sendiri.
·
Menarik diri dan menghindar dari orang lain.
·
Tidak dapat membedakan nyata dan tidak nyata.
·
Tidak dapat memusatkan perhatian/konsentrasi.
·
Curiga, bermusuhan, merusak (diri sendiri, orang
lain dan lingkungan) dan takut.
·
Ekspresi muka tegang dan mudah tersinggung.
F. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Klien
yang mengalmi halusinasi dapat kehilangan kontrol dirinya sehingga bias
membahayakan diri sendiri, orang lain, dan lingkungan Hal ini terjadi jika
halusinasi sudah sampai pada fase IV, dimana klien mengalami panik dan
perilakunya di kendalikan oleh isi halusinasinya. Klien benar-benar kehilangan
kemampuan penilaian realitas terhadap lingkungan. Dalam situasi ini klien dapat
melakukan bunuh diri ( suicide), membunuh orang lain (homocide) dan merusak
lingkungan.
Selain
masalah yang diakibatkan oleh halusinasi, klien
biasanya juga mengalami masalah-masalahkeperawatan yang menjadi penyebab
munculnya halusinasi.Masalah itu antara lain harga diri rendah dan isolasi
social (stuart dan laria,2001). Akibat harga diri rendah dan kurangnya keterampilan
berhubungan sosial , klien menjadi menarik diri dari lingkungan. Dampak
selanjutnya lebih dominan di bandingkan stimulus eksternal. Klien selanjutnya
kehilangan kemampuan membedakan stimulus internal dengan stimulus eksternal.
Ini memicu timbulnya halusinasi.
Dari masalah tersebut diatas dapat disusun pohon
masalah sebagai berikut :
EFEK
Resiko mencedrai diri sendiri,
Orang lain, dan lingkungan
C.P Perubahan
persepsi sensori : Defisit
perawatan diri :
Halusinasi pendengaran Mandi/Kebersihan
diri,berpakaian/berhias
ETIOLOGI Kerusakan
interaksi sosial : Intoleransi
aktifitas
Menarik
diri
Gangguan
konsep diri :
Harga
diri rendah
Dari pohon masalah
diatas dapat dirumuskan diagnosa keperawatan sebagai berikut :
1.
Resiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan
lingkungan berhubungan dengan halusinasi audiotorik.
2.
Perubahan persepsi sensorik : Audiotorik berhubungan
dengan menarik diri
3. Kerusakan interaksi sosial : Menarik diri
berhubungan dengan Harga diri rendah
4. Defisit perawatan diri: mandi/kebersihan,
berpakaian/berhias berhubungan dengan intoleransi aktifitas.
G. TUJUAN ASUHAN KEPERAWATAN
Tujuan umum :
Klien dapat mengenal,
dan mengontrol halusinasi
Tujuan itu dapat dirinci sebagai berikut :
1.
Klien
dapat membina hubungan saling percaya
2.
Klien dapat mengenal halusinasinya
3.
Klien dapat mengontrol halusinasinya.
4.
Klien
mendapat dukungan keluarga dalam mengontrol halusinasinya.
5.
Klien dapat memanfaatkan obat untuk mengatasi
halusinasinya.
H. TINDAKAN KEPERAWATAN
q Tindakan
keperawatan untuk membantu klien mengatasi masalahnya di mulai dengan membina
hubungan saling percaya dengan klien.
q Setelah
hubungan saling percaya terbina , intervensi keperawatan selanjutnya adalah
membantu klien mengenali halusinasinya.
q Setelah
klien mengenal halusinasinya selanjutnya klien dilatih bagaimana cara yang
biasa terbukti efektif mengatasi atau mengontrol halusinasi.
q Obeservasi
tanda halusinasi pada klien.
q Hindari
untuk menyentuh pasien sebelum memberi isyarat kepadanya bahwa anda menerima
diperlakukan yang sama.
q Suatu
sikap menerima akan mendorong klien membagikan isi halusinasinya dengan anda.
q Jangan
menguatkan halusinasi. Gunakan kata-kata “suara tersebut” dari pada kata-kata
seperti “mereka” yang menyatakan validasi secara tidak langsung.
q Cobalah
untuk menghubungkan waktu-waktu terjadinya kesaahan persepsi dengan waktu-waktu
terjadinya ansietas.
q Cobalah untuk mengalihkan pasien dari
kesalahan persepsi.
Adapun cara yang efektif dalam memutuskan halusinasi adalah :
1.
Menghardik halusinasi.
2.
Berinteraksi dengan orang lain.
3. Beraktivitas secara teratur dengan
menyusun kegiatan harian.
4.
Memanfaatkan obat dengan baik.
Keluarga
perlu diberi penjelasan tentang bagaimana penanganan klien yang mengalami
halusinasi sesuai dengan kemampuan keluarga. Hal ini penting karena keluarga
adalah sebuah system dimana klien berasal dan halusinasi sebagai salah satu
gejala psikosis dapat berlangsung lama (kronis) sehingga keluarga perlu
mengetahu cara perawatan klien halusinasi dirumah.
Dalam mengendalikan halusinasi diberikan
psikofarmaka oleh tim medis sehingga perawat juga perlu
memfasilitasi klien untuk dapat menggunakan obat secara tepat. Prinsip lima benar harus menjadi focus utama dalam
pemberian obat.
I. EVALUASI
Asuhan keperawatan klien dengan halusinasi
berhasil jika :
1. Klien mampu memisahkan antara
kejadian-kejadian atau situasi-siatuasi realita dan tidak realita.
2. Klien mampu tidak berespon terhadap
persepsi sensori yang salah.
3. Klien menunjukkan kemampuan mandiri untuk
mengontrol halusinasi
4.
Mampu melaksanakan program pengobatan berkelanjutan
5.
Keluarga mampu menjadi sebuah sistem pendukung yang
efektif dalam membantu klien mengatasi masalahnya.
Jumat, 07 Februari 2014
berfikir kritis
Contoh-Contoh Keterampilan Berpikir Kritis
Keterampilan berpikir kritis adalah salah satu dari keterampilan berpikir tingkat tinggi. Katerampilan berpikir kritis banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari, karenanya, mempelajari keterampilan berpikir kritis bagi siswa, atau mengajarkan keterampilan berpikir kritis bagi guru sangat penting. Berpikir kritis adalah mengevaluasi konklusi-konklusi (kesimpulan-kesimpulan) berdasarkan pengujian terhadap suatu masalah, kejadian, atau pemecahan masalah secara logis dan sistematis.Para ahli psikologi menganggap kajian tentang keterampilan berpikir kritis amat menarik dan penting untuk dipelajari. Hingga kini ada banyak pendapat dan gagasan tentang bagaimana sebaiknya cara mengajarkan keterampilan berpikir kritis ini untuk siswa. Untuk lebih memahami apa itu keterampilan berpikir kritis, mungkin contoh-contoh dan tingkatan keterampilan berpikir kritis yang disajikan pada tabel di bawah ini dapat bermanfaat untuk anda.
Tabel Contoh-Contoh Keterampilan Berpikir Kritis
Tingkatan/Jenis Keterampilan Berpikir Kritis |
Contoh Keterampilan Berpikir Kritis |
Mendefinisikan dan Mengklarifikasi Masalah |
|
Menentukan Informasi-Informasi yang Relevan dengan Masalah |
|
Menyelesaikan Masalah / Menggambarkan Konklusi |
|
BERFIKIR KRITIS
Contoh-Contoh Keterampilan Berpikir Kritis
Keterampilan berpikir kritis adalah salah satu dari keterampilan berpikir tingkat tinggi. Katerampilan berpikir kritis banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari, karenanya, mempelajari keterampilan berpikir kritis bagi siswa, atau mengajarkan keterampilan berpikir kritis bagi guru sangat penting. Berpikir kritis adalah mengevaluasi konklusi-konklusi (kesimpulan-kesimpulan) berdasarkan pengujian terhadap suatu masalah, kejadian, atau pemecahan masalah secara logis dan sistematis.Para ahli psikologi menganggap kajian tentang keterampilan berpikir kritis amat menarik dan penting untuk dipelajari. Hingga kini ada banyak pendapat dan gagasan tentang bagaimana sebaiknya cara mengajarkan keterampilan berpikir kritis ini untuk siswa. Untuk lebih memahami apa itu keterampilan berpikir kritis, mungkin contoh-contoh dan tingkatan keterampilan berpikir kritis yang disajikan pada tabel di bawah ini dapat bermanfaat untuk anda.
Tabel Contoh-Contoh Keterampilan Berpikir Kritis
Tingkatan/Jenis Keterampilan Berpikir Kritis |
Contoh Keterampilan Berpikir Kritis |
Mendefinisikan dan Mengklarifikasi Masalah |
|
Menentukan Informasi-Informasi yang Relevan dengan Masalah |
|
Menyelesaikan Masalah / Menggambarkan Konklusi |
|
Langganan:
Postingan (Atom)