Senin, 10 Februari 2014

berfikir kritis

  • DEFINISI  Berfikir kritis adalah suatu proses dimana seseorang atau individu dituntut untuk menginterpretasikan dan mengevaluasi informasi untuk membuat sebuah penilaian atau keputusan berdasarkan kemampuan, menerapkan ilmu pengetahuan dan pengalaman (Pery & Potter, 2005).  Berfikir kritis dalam keperawatan adalah komersial untuk keperawatan profesional karena cara berfikir ini terdiri dari atas pendekatan holistik untuk pemecahan masalah.
  • 3. Metode Berfikir Kritis  Freely mengidentifikasi 7 metode critical thinking :  Debate : metode yang digunakan untuk mencari, membantu, dan merupakan keputusan yang beralasan bagi seseorang atau kelompok dimana dalam proses terjadi perdebatan atau argumentasi.  Individual decision : Individu dapat berdebat dengan dirinya sendiri dalam proses mengambil keputusan  Group discussion : sekelompok orang memperbincangkan suatu masalah  Persuasi : komunikasi yang berhubungan dengan mempengaruhi perbuatan, keyajinan, sikap, dan nilai-nilai orang lain melalui berbagai alas an, argument, atau bujukan. Debat dan iklan adalah dua bentuk persuasi  Propoganda : komunikasi dengan menggunakan berbagai media yang sengaja dipersiapkan untuk mempengaruhi massa pendengar  Coercion : mengancam atau menggunakan kekuatan dalam berkomunikasi untuk memaksakan suatu kehendak
  • 4. Karakteristik Berfikir Kritis  Konseptualisasi  Rasional dan beralasan  Reflektif  Bagian dari suatu sikap  Kemandirian berpikir  Berpikir adil dan terbuka  Pengambilan keputusan berdasarkan keyakinan
  • 5. Proses Berfikir Kritis  Mengenali masalah (defining and clarifying problem)  Menilai informasi yang relevan  Pemecahan masalah atau penarikan kesimpulan
  • 6. Berfikir Kritis dalam Keperawatan Berfikir meliputi proses yang tidak statis, berubah setiap saat. Berfikir kritis dalam keperawatan adalah komponen dasar dalam pertanggunggugatan profesional dan kualitas asuhan keperawatan. Berpikir kritis merupakan jaminan yang terbaik bagi perawat mencapai sukses dalam berbagai aktifitas dan merupakan suatu penerapan profesionalisme serta pengetahuan tekhnis atau keterampilan tekhnis dalam memberikan asuhan keperawatan.
  • 7. Perawat setiap hari mengambil keputusan. Perawat menggunakan keterampilan berpikir kritis dalam berbagai cara :  Perawat menggunakan pengetahuan dari berbagai subjek dari lingkungannya  Perawat menangani perubahan yang berasal dari stressor lingkungan  Perawat penting membuat keputusan
  • 8. Manfaat Berfikir Kritis dalam Keperawatan Berikut ini merupakan manfaat berpikir kritis dalam keperawatan adalah sebagai berikut :  Penggunaan proses berpikir kritis dalam aktifitas keperawatan sehari-hari.  Membedakan sejumlah penggunaan dan isu-isu dalam keperawatan  Mengidentifikasi dan merumuskan masalah keperawatan.  Menganalisis pengertian hubungan dari masing-masing indikasi, penyebab dan tujuan, serta tingkat hubungan.  Menganalisis argumen dan isu-isu dalam kesimpulan dan tindakan yang dilakukan.  Menguji asumsi-asumsi yang berkembang dalam keperawatan.  Melaporkan data dan petunjuk-petunjuk yang akurat dalam keperawatan.
  • 9.  Membuat dan mengecek dasar analisis dan      validasi data keperawatan. Merumuskan dan menjelaskan keyakinan tentang aktifitas keperawatan. Memberikan alasan-alasan yang relevan terhadap keyakinan dan kesimpulan yang dilakukan. Merumuskan dan menjelaskan nilai-nilai keputusan dalam keperawatan. Mencari alasan-alasan kriteria, prinsip-prinsip dan aktifitas nilai-nilai keputusan. Mengevaluasi penampilan kinerja perawat dan kesimpulan asuhan keperawatan.
  • 10. Model Berfikir Kritis Costa, dkk (1985) mengidentifikasi model berfikir kritis :  Remembering  Repeating  Reasoning  Reorganizing  Relating  Reflecting
  • 11. Model Berfikir Kritis dalam Keperawatan Dalam penerapan pembelajaran berpikir kritis di pendidikan keperawatan, dapat digunakan tiga model, yaitu sebagai berikut :  Feeling Model Model ini menekankan pada rasa, kesan, dan data atau fakta yang ditemukan.  Vision Model Model ini digunakan untuk membangkitkan pola pikir, mengorganisasi dan menerjemahkan perasaan untuk merumuskan hipotesis, analisis, dugaan, dan ide tentang permasalahan perawatan kesehatan klien  Examine Model Model ini digunakan untuk merefleksi ide, pengertian, dan visi. Perawat menguji ide dengan bantuan kriteria yang relevan
  • 12. Bentuk-bentuk Berfikir Kritis Berbagai asumsi berfikir  Bahwa berpikir, perasaan, dan berbuat adalah semua komponen dasar keperawatan yang diharapakan yang dikerjakan bersama dan sejalan  Bahwa berpikir, berperasaan, berbuat adalah sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dalam seluruh kehidupan praktek keperawatan  Bahwa perawat dan mahasiswa keperawatan adalah dua yang berbeda, tetapi keduanya dating dengan berbagai keterampilan berfikir dalam keperawatan  Bahwa upaya mengembangkan cara berfikir adalah upaya yang disengaja yang dapat dipertimbangkan dan dipelajari  Banyak mahasiswa keperawatan dan perawat menemukan kesulitan untuk menggambarkan keterampilan berfikirnya. Jarang dari mereka bertanya bagaimana berfikir, dan hanya biasanya bertanya apa yang mereka fikirkan  Berpikir kritis dalam keperawatan hamper sama bila kita berfikir melakukan kegiatan yang sesuai dengan konteks situasi dimana berfikir terjadi
  • 13. bentuk berfikir ( T H I N K )  Total Recall  Habits  Inguiry  New Idea and creativity  Knowing How you think
  • 14. Penerapan Berfikir Kritis dalam Keperawatan Ada 4 hal pokok penerapan berfikir kritis dalam keperawatan, yaitu :  Penggunaan bahasa dalam keperawatan Lima macam penggunaan bahasa dalam konteks berfikir kritis :  Memberikan informasi yang dapat diklarifikasi (informative     use of language) Mengekspresikan perasaan dan sikap (expressive use of language) Melaksanakan perencanan keperawatan atau ide-ide dalam tindakan keperawatan (directive use of language) Mengajukan pertanyaan dalam rangka mencari informasi, mengekspresikan keraguan dan keheranan (interrogative use of language) Mengekspresikan pengandaian (conditional use of language)
  • 15.  Argumentasi dalam keperawatan  Sehari-hari perawat dihadapkan pada situasi harus berargumentasi untuk menemukan, menjelaskan kebenaran, mengklarifikasi isu, memberikan penjelasan, mempertahankan terhadap suatu tuntutan/tuduhan  Pengambilan keputusan  Dalam praktek keperawatan sehari-hari, perawat selalu dihadapkan pada situasi dimana harus mengambil keputusan dengan tepat.
  • 16.  Penerapan dalam proses keperawatan  Pengkajian : mengumpulkan data, melakukan observasi     dalam pengumpulan data berfikir kritis, mengelola dan mengkatagorikan data menggunakan ilmu-ilmu lain. Perumusan diagnosa keperawatan : tahap pengambilan keputusan yang paling kritis, menentukan masalah dan dengan argumen yaitu secara rasional. Perencanaan keperawatan : menggunakan pengetahuan untuk mengembangkan hasil yang diharapkan, keterampilan guna mensintesa ilmu yang dimiliki untuk memilih tindakan. Pelaksanaan keperawatan : pelaksanaan tindakan keperawatan adalah keterampilan dalam menguji hipotesa, tindakasn nyata yang menentukan tingkat keberhasilan. Evaluasi keperawatan : mengkaji efektifitas tindakan, perawat harus dapat mengambil keputusan tentang pemenuhan

Minggu, 09 Februari 2014

halusinasi pendengran



“HALUSINASI PENDENGARAN”

A.    PENGERTIAN

            Halusinasi merupakan salah satu masalah yang mungkin ditemukan dari masalah persepsual pada skizofrenia., dimana halusinasi tersebut didefenisikan sebagai pengalaman atau kesan sensori yang salah terhadap stimulus sensori.
Halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana klien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimulus eksteren :Persepsi palsu. Berbeda dengan ilusi dimana klien mengalami persepsi yang salah terhadap stimulus, salah persepsi pada halusinasi terjadi tanpa adanya timulus eksternal yang terjadi. Stimulus internal dipersepsikan sebagai sesutu yang nyata ada oleh klien.
Halusinasi sering diidentikkan dengan Schizofrenia. Dari seluruh klien Schizofrenia 70% diantaranya mengalami halusinasi. Klien skizofrenia dan psikotik lain 20% mengalami campuran halusinasi pendengaran dan penglihatan.
Pada halusinasi dapat terjadi pada kelima indera sensoris utama yaitu :
1.      Pendengaran terhadap suara : Klien mendengar suara dan bunyi yang tidak berhubungan dengan stimulus nyata dan orang lain tidak mendengarnya.
2.      Visual terhadap penglihatan : Klien melihat gambaran yang jelas atau samar-samar tanpa stimulus yang nyata dan orang lain tidak melihatnya.
3.      Taktil terhadap sentuhan : Klien merasakan sesuatu pada kulitnya tanpa stimulus yang nyata.
4.      Pengecap terhadap rasa : Klien merasa makan sesuatu yang tidak nyata. Biasanya merasakan rasa makanan yang tidak enak.
5.      Penghidu terhadap bau : Klien mencium bau yang muncul dari sumber tertentu tanpa stimulus yang nyata dan orang lain tidak menciumnya.

B.     RENTANG RESPON HALUSINASI

Halusinasi merupakan salah satu respon maladaptif individu yang berada dalam rentang respon neurobiologi. Ini merupakan respon persepsi paling maladaptif. Jika klien sehat persepsinya akurat, mampu mengidentifikasi dan menginterpretasikan stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indra ( pendengaran, penglihatan, penghidu, pengecapan, dan perabaan ), klien dengan halusinasi mempersepsikan suatu stimulus panca indra walaupun sebenarnya stimulus itu tidak ada. Diantara kedua respon tersebut adalah respon individu yang karena sesuatu hal mengalami kelainan persepsi yaitu salah mempersepsikan stimulus yang diterimanya yang disebut sebagai ilusi. Klien mengalami ilusi jika interpretasi yang dilakukannya terhadap stimulus panca indra tidak akurat sesuai stimulus yang diterima.

Rentang respon  :

 


Respon  Adaptif                                                                  Respon  Maladaptif
Pikiran logis                               Distorsi pikiran                  Gangguan pikir/delusi
Persepsi akurat                           Ilusi                                    Halusinasi
Emosi konsisten dengan            Reaksi emosi berlebihan    Sulit berespon emosi
pengalaman                                atau kurang             
Perilaku sesuai                Perilaku aneh/tdk biasa     Perilaku disorganisasi
Berhubungan sosial                    Menarik diri                       Isolasi sosial





C.    JENIS –JENIS HALUSINASI

JENIS HALUSINASI

KARAKTERISTIK

Pendengaran
70 %
Mendengar suara atau kebisingan, paling sering suara orang. Suara berbentuk kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata yang jelas berbicara tentang klien, bahkan sampai pada percakapan lengkap antara dua orang yang mengalami halusinasi. Pikiran yang terdengar dimana klien mendengar perkataan bahwa klien disuruh untuk melakukan sesuatu kadang dapat membahayakan.
Penglihatan 20%
Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar geometris,gambar kartun,bayangan yang rumit atau kompleks. Bayangan bias menyenangkan atau menakutkan seperti melihat monster.

Penghidu

Membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin, dan feses umumnya bau-bauan yang tidak menyenangkan. Halusinasi penghidu sering akibat stroke, tumor, kejang, atau dimensia.
Pengecapan
Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.
Perabaan
Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas. Rasa tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau orang lain.
Cenesthetic
Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri, pencernaan makan atau pembentukan urine
Kinisthetic
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.


D.    FASE HALUSINASI.
Halusinasi yang dialami oleh klien biasanya berbeda intensitas dan keparahannya. Fase halusinasi terbagi empat:
1.      Fase Pertama
Pada fase ini klien mengalami kecemasan, stress, perasaan gelisah, kesepian. Klien mungkin melamun atau memfokukan pikiran pada hal yang menyenangkan untuk menghilangkan kecemasan dan stress. Cara ini menolong untuk sementara.
Klien masih mampu mengotrol kesadarnnya dan mengenal pikirannya, namun intensitas persepsi meningkat.
2.      Fase Kedua
Kecemasan meningkat dan berhubungan dengan pengalaman internal dan eksternal, klien berada pada tingkat “listening” pada halusinasi.
Pemikiran internal menjadi menonjol, gambaran suara dan sensasi halusinasi dapat berupa bisikan yang tidak jelas klien takut apabila orang lain mendengar dan klien merasa tak mampu mengontrolnya.
Klien membuat jarak antara dirinya dan halusinasi dengan memproyeksikan seolah-olah halusinasi datang dari orang lain.
3.      Fase Ketiga
Halusinasi lebih menonjol, menguasai dan mengontrol klien menjadi terbiasa dan tak berdaya pada halusinasinya. Halusinasi memberi kesenangan dan rasa aman sementara.
4.      Fase Keempat.
Klien merasa terpaku dan tak berdaya melepaskan diri dari kontrol halusinasinya. Halusinasi yang sebelumnya menyenangkan berubah menjadi mengancam, memerintah dan memarahi klien tidak dapat berhubungan dengan orang lain karena terlalu sibuk dengan halusinasinya klien berada dalam dunia yang menakutkan dalam waktu singkat, beberapa jam atau selamanya. Proses ini menjadi kronik jika tidak dilakukan intervensi.

E.     PENGKAJIAN KLIEN DENGAN HALUINASI

Halusinasi merupakan salah satu gejala yang ditampakkan oleh klien yang mengalami psikotik, khususnya schizofrenia. Pengkajian klien dengan halusinasi demikian merupakan proses identifikasi data yang melekat erat dengan pengkajian respon neurobiologi lainnya seperti yang terdapat juga pada schizofrenia.
1.      Faktor Predisposisi
Beberapa faktor predisposisi yang berkontribusi pada munculnya respon neurobiologi seperti halusinasi antara lain:
a.      Faktor Genetik
Telah diketahui bahwa genetik schizofrenia diturunkan melalui kromoson tertentu. Namun demikian kromoson yang keberapa yang menjadi factor penentu gangguan ini sampai sekarang masih dalam tahap penelitian. Diduga letak gen schizoprenia adalah kromoson nomor enam, dengan kontribusi genetik tambahan No.4,8,5 dan 22 (Buchanan dan Carpenter,2002). Anak kembar identik memiliki kemungkinan mengalami schizofrenia sebesar 50% jika salah satunya mengalami schizofrenia, sementara jika di zygote peluangnya sebesar 15 %, seorang anak yang salah satu orang tuanya mengalami schizofrenia berpeluang 15% mengalami schizofrenia, sementara bila kedua orang tuanya schizofrenia maka peluangnya menjadi 35 %.
b.      Faktor Neurobiologi.
Ditemukan bahwa korteks pre frontal dan korteks limbiks pada klien schizofrenia tidak pernah berkembang penuh. Ditemukan juga pada klien schizofrenia terjadi penurunan volume dan fungsi otak yang abnormal. Neurotransmitter dopamin berlebihan, tidak seimbang dengan kadar serotin.
c.       Studi neurotransmitter.
Schizofrenia diduga juga disebabkan oleh ketidak seimbangan neurotransmitter dimana dopamin berlebihan, tidak seimbang dengan kadar serotin.
d.      Teori virus
Paparan virus influenza pada trimester ke-3 kehamilan dapat menjadi faktor predisposisi schizofrenia.


e.       Psikologis.
Beberapa kondisi pikologis yang menjadi faktor predisposisi schizofrenia antara lain anak yang di pelihara oleh ibu yang suka cemas, terlalu melindungi, dingin dan tak berperasaan, sementara ayah yang mengambil jarak dengan anaknya.
2.      Faktor presipitasi
Faktor –faktor pencetus respon neurobiologis meliputi :
a.       Berlebihannya proses informasi pada system syaraf yang menerima dan memproses informasi di thalamus dan frontal otak.
b.      Mekanisme penghataran listrik di syaraf terganggu ( mekanisme gateing abnormal)
c.       Gejala-gejala pemicu kondisi kesehatan lingkungan, sikap dan perilaku seperti yang tercantum pada tabel dibawah ini :

Kesehatan
Nutrisi Kurang
Kurang tidur
Ketidak siembangan irama sirkardian
Kelelahan infeksi
Obat-obatan system syaraf pusat
Kurangnya latihan
Hambatan unutk menjangkau pelayanan kesehatan
Lingkungan
Lingkungan yang memusuhi, kritis
Masalah di rumah tangga
 Kehilangan kebebasan hidup, pola aktivitas sehari-hari
Kesukaran dalam berhubungan dengan orang lain
Isoalsi sosial
Kurangnya dukungan sosial
Tekanan kerja ( kurang keterampilan dalam bekerja)
Stigmasasi
Kemiskinan
Kurangnya alat transportasi
Ktidak mamapuan mendapat pekerjaan
Sikap/Perilaku
Merasa tidak mampu ( harga diri rendah)
Putus asa (tidak percaya diri )
Mersa gagal ( kehilangan motivasi menggunakan keterampilan diri
Kehilangan kendali diri (demoralisasi)
Merasa punya kekuatan berlebihan dengan gejala tersebut.
Merasa malang ( tidak mampu memenuhi kebutuhan spiritual )
Bertindak tidak seperti orang lain dari segi usia maupun kebudayaan
Rendahnya kemampuan sosialisasi
Perilaku agresif
Perilaku kekerasan
Ketidak adekuatan pengobatan
Ketidak adekuatan penanganan gejala.

3.      Mekanisme Koping.
Mekanisme koping yang sering digunakan klien dengan halusinasi adalah:
q  Regresi,  menjadi malas beraktifitas sehari-hari.
q  Proyeksi, mencoba menjelaskan gangguan persepsi dengan mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain atau sesuatu benda.
q  Menarik diri, sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus internal.
q  Keluarga mengingkari masalah yang dialami klien.


4.      Perilaku
Halusinasi benar-benar riil dirasakan oleh klien yang mengalaminya, seperti mimpi saat tidur. Klien mungkin tidak punya cara untuk menentukan persepsi tersebut nyata. Sama halnya seperti seseorang mendengarkan suara-  suara dan tidak lagi meragukan orang yang berbicara tentang suara tersebut. Ketidakmampuannya mempersepsikan stimulus secara riil dapat menyulitkan kehidupan klien. Karenanya halusinasi harus menjadi prioritas  untuk segera diatasi. Untuk memfasilitasinya klien perlu dibuat nyaman untuk menceritakan perihal haluinasinya.
Klien yang mengalami halusinasi sering kecewa karena mendapatkan respon negatif ketika mencoba menceritakan  halusinasinya kepada orang lain. Karenanya banyak klien enggan untuk menceritakan pengalaman –pengalaman aneh halusinasinya. Pengalaman halusinasi menjadi masalah untuk dibicarakan dengan orang lain. Kemampuan untuk memperbincangkan tentang halusinasi yang dialami oleh klien sangat penting untuk memastikan dan memvalidasi pengalaman halusinasi tersebut. Perawat harus memiliki ketulusan dan perhatian untuk dapat memfasilitasi percakapan tentang halusinasi.
Perilaku klien yang mengalami halusinasi sangat tergantung pada jenis halusinasinya. Apabila perawat mengidentifikasi adanya tanda –tanda dan perilaku halusinasi maka pengkajian selanjutnya harus dilakukan tidak hanya sekedar mengetahui jenis halusinasi saja. Validasi informasi tentang halusinasi yang diperlukan meliputi :
q  Isi Halusinasi.
Ini dapat dikaji dengan menanyakan suara siapa yang didengar, apa yang dikatakan suara itu, jika halusinasi audiotorik. Apa bentuk bayangan yang dilihat oleh klien, jika halusinasi visual, bau apa yang tercium jika halusinasi penghidu, rasa apa yang dikecap jika halusinasi pengecapan,dan apa yang dirasakan dipermukaan tubuh jika halusinasi perabaan.


q  Waktu dan Frekuensi.
Ini dapat dikaji dengan menanyakan kepada klien kapan pengalaman halusinasi muncul, berapa kali sehari, seminggu, atau sebulan pengalaman halusinasi itu muncul. Informasi ini sangat penting untuk mengidentifikasi pencetus halusinasi dan menentukan bilamana klien perlu perhatian saat mengalami halusinasi.
q  Situasi Pencetus Halusinasi.
Perawat perlu mengidentifikasi situasi yang dialami sebelum halusinasi muncul. Selain itu perawat juga bisa mengobservasi apa yang dialami klien menjelang munculnya halusinasi untuk memvalidasi pernyataan klien.
q  Respon Klien
Untuk menentukan sejauh mana halusinasi telah mempengaruhi klien bisa dikaji dengan apa yang dilakukan oleh klien saat mengalami pengalaman halusinasi. Apakah klien masih bisa mengontrol stimulus halusinasinya atau sudah tidak berdaya terhadap halusinasinya.
Selain data tentang halusinasinya, perawat juga dapat mengkaji data yang terkait dengan halusinasi, yaitu :
·         Bicara, senyum dan tertawa sendiri.
·         Menarik diri dan menghindar dari orang lain.
·         Tidak dapat membedakan nyata dan tidak nyata.
·         Tidak dapat memusatkan perhatian/konsentrasi.
·         Curiga, bermusuhan, merusak (diri sendiri, orang lain dan lingkungan) dan takut.
·         Ekspresi muka tegang dan mudah tersinggung.

F.     DIAGNOSA KEPERAWATAN

Klien yang mengalmi halusinasi dapat kehilangan kontrol dirinya sehingga bias membahayakan diri sendiri, orang lain, dan lingkungan Hal ini terjadi jika halusinasi sudah sampai pada fase IV, dimana klien mengalami panik dan perilakunya di kendalikan oleh isi halusinasinya. Klien benar-benar kehilangan kemampuan penilaian realitas terhadap lingkungan. Dalam situasi ini klien dapat melakukan bunuh diri ( suicide), membunuh orang lain (homocide) dan merusak lingkungan.
Selain masalah yang diakibatkan oleh halusinasi, klien  biasanya juga mengalami masalah-masalahkeperawatan yang menjadi penyebab munculnya halusinasi.Masalah itu antara lain harga diri rendah dan isolasi social (stuart dan laria,2001). Akibat harga diri rendah dan kurangnya keterampilan berhubungan sosial , klien menjadi menarik diri dari lingkungan. Dampak selanjutnya lebih dominan di bandingkan stimulus eksternal. Klien selanjutnya kehilangan kemampuan membedakan stimulus internal dengan stimulus eksternal. Ini  memicu timbulnya halusinasi.
Dari masalah tersebut diatas dapat disusun pohon masalah sebagai berikut :

EFEK             Resiko mencedrai diri sendiri,
                        Orang lain, dan lingkungan

 


C.P                  Perubahan persepsi sensori :                      Defisit perawatan diri :
                        Halusinasi pendengaran                            Mandi/Kebersihan diri,berpakaian/berhias

 


ETIOLOGI    Kerusakan interaksi sosial :                       Intoleransi aktifitas
                        Menarik diri
 



                        Gangguan konsep diri :
                        Harga diri rendah




Dari pohon masalah diatas dapat dirumuskan diagnosa keperawatan sebagai berikut :
1.      Resiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan berhubungan dengan halusinasi audiotorik.
2.      Perubahan persepsi sensorik : Audiotorik berhubungan dengan menarik diri
3.      Kerusakan interaksi sosial : Menarik diri berhubungan dengan Harga diri rendah
4.      Defisit perawatan diri: mandi/kebersihan, berpakaian/berhias berhubungan dengan intoleransi aktifitas.

G.    TUJUAN ASUHAN KEPERAWATAN
Tujuan umum :
Klien dapat mengenal, dan mengontrol halusinasi
Tujuan itu dapat dirinci sebagai berikut :
1.            Klien dapat membina hubungan saling percaya
2.            Klien dapat mengenal halusinasinya
3.            Klien dapat mengontrol halusinasinya.
4.            Klien mendapat dukungan keluarga dalam mengontrol halusinasinya.
5.            Klien dapat memanfaatkan obat untuk mengatasi halusinasinya.

H.    TINDAKAN KEPERAWATAN

q  Tindakan keperawatan untuk membantu klien mengatasi masalahnya di mulai dengan membina hubungan saling percaya dengan klien.
q  Setelah hubungan saling percaya terbina , intervensi keperawatan selanjutnya adalah membantu klien mengenali halusinasinya.
q  Setelah klien mengenal halusinasinya selanjutnya klien dilatih bagaimana cara yang biasa terbukti efektif mengatasi atau mengontrol halusinasi.
q  Obeservasi tanda halusinasi pada klien.
q  Hindari untuk menyentuh pasien sebelum memberi isyarat kepadanya bahwa anda menerima diperlakukan yang sama.
q  Suatu sikap menerima akan mendorong klien membagikan isi halusinasinya dengan anda.
q  Jangan menguatkan halusinasi. Gunakan kata-kata “suara tersebut” dari pada kata-kata seperti “mereka” yang menyatakan validasi secara tidak langsung.
q  Cobalah untuk menghubungkan waktu-waktu terjadinya kesaahan persepsi dengan waktu-waktu terjadinya ansietas.
q  Cobalah untuk mengalihkan pasien dari kesalahan persepsi.
Adapun cara yang efektif dalam memutuskan halusinasi adalah :
1.      Menghardik halusinasi.
2.      Berinteraksi dengan orang lain.
3.      Beraktivitas secara teratur dengan menyusun kegiatan harian.
4.      Memanfaatkan obat dengan baik.
Keluarga perlu diberi penjelasan tentang bagaimana penanganan klien yang mengalami halusinasi sesuai dengan kemampuan keluarga. Hal ini penting karena keluarga adalah sebuah system dimana klien berasal dan halusinasi sebagai salah satu gejala psikosis dapat berlangsung lama (kronis) sehingga keluarga perlu mengetahu cara perawatan klien halusinasi dirumah.
Dalam mengendalikan halusinasi diberikan psikofarmaka  oleh  tim medis sehingga perawat juga perlu memfasilitasi klien untuk dapat menggunakan obat secara tepat. Prinsip lima benar harus menjadi focus utama dalam pemberian obat.

I.       EVALUASI

Asuhan keperawatan klien dengan halusinasi berhasil jika :
1.      Klien mampu memisahkan antara kejadian-kejadian atau situasi-siatuasi realita dan tidak realita.
2.      Klien mampu tidak berespon terhadap persepsi sensori yang salah.
3.      Klien menunjukkan kemampuan mandiri untuk mengontrol halusinasi
4.      Mampu melaksanakan program pengobatan berkelanjutan
5.      Keluarga mampu menjadi sebuah sistem pendukung yang efektif dalam membantu klien mengatasi masalahnya.

Jumat, 07 Februari 2014

berfikir kritis

Contoh-Contoh Keterampilan Berpikir Kritis

Keterampilan berpikir kritis adalah salah satu dari keterampilan berpikir tingkat tinggi. Katerampilan berpikir kritis banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari, karenanya, mempelajari keterampilan berpikir kritis bagi siswa, atau mengajarkan keterampilan berpikir kritis bagi guru sangat penting. Berpikir kritis adalah mengevaluasi konklusi-konklusi (kesimpulan-kesimpulan) berdasarkan pengujian terhadap suatu masalah, kejadian, atau pemecahan masalah secara logis dan sistematis.

Para ahli psikologi menganggap kajian tentang keterampilan berpikir kritis amat menarik dan penting untuk dipelajari. Hingga kini ada banyak pendapat dan gagasan tentang bagaimana sebaiknya cara mengajarkan keterampilan berpikir kritis ini untuk siswa. Untuk lebih memahami apa itu keterampilan berpikir kritis, mungkin contoh-contoh dan tingkatan keterampilan berpikir kritis yang disajikan pada tabel di bawah ini dapat bermanfaat untuk anda.

Tabel Contoh-Contoh Keterampilan Berpikir Kritis

Tingkatan/Jenis Keterampilan Berpikir Kritis

Contoh Keterampilan Berpikir Kritis

Mendefinisikan dan Mengklarifikasi Masalah
  1. Mengidentifikasi isu sentral atau masalah. 
  2. Mengkomparasi persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaan. 
  3. Menentukan manakah informasi yang relevan. 
  4. Memformulasi pertanyaan-pertanyaan dengan tepat.
Menentukan Informasi-Informasi yang Relevan dengan Masalah
  1. Membedakan antara fakta, opini, dan keputusan logis. 
  2. Mengecek konsistensi. 
  3. Mengenali stereotip dan klise. 
  4. Mengenali bias, faktor-faktor emosional, propaganda, dan istilah semantik. 
  5. Mengenali nilai sistem dan ideologi yang berbeda.
Menyelesaikan Masalah / Menggambarkan Konklusi
  1. Mengenali ketepatan data. 
  2. Memprediksi kemungkinan-kemungkinan konsekuensi

BERFIKIR KRITIS

Contoh-Contoh Keterampilan Berpikir Kritis

Keterampilan berpikir kritis adalah salah satu dari keterampilan berpikir tingkat tinggi. Katerampilan berpikir kritis banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari, karenanya, mempelajari keterampilan berpikir kritis bagi siswa, atau mengajarkan keterampilan berpikir kritis bagi guru sangat penting. Berpikir kritis adalah mengevaluasi konklusi-konklusi (kesimpulan-kesimpulan) berdasarkan pengujian terhadap suatu masalah, kejadian, atau pemecahan masalah secara logis dan sistematis.

Para ahli psikologi menganggap kajian tentang keterampilan berpikir kritis amat menarik dan penting untuk dipelajari. Hingga kini ada banyak pendapat dan gagasan tentang bagaimana sebaiknya cara mengajarkan keterampilan berpikir kritis ini untuk siswa. Untuk lebih memahami apa itu keterampilan berpikir kritis, mungkin contoh-contoh dan tingkatan keterampilan berpikir kritis yang disajikan pada tabel di bawah ini dapat bermanfaat untuk anda.

Tabel Contoh-Contoh Keterampilan Berpikir Kritis

Tingkatan/Jenis Keterampilan Berpikir Kritis

Contoh Keterampilan Berpikir Kritis

Mendefinisikan dan Mengklarifikasi Masalah
  1. Mengidentifikasi isu sentral atau masalah. 
  2. Mengkomparasi persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaan. 
  3. Menentukan manakah informasi yang relevan. 
  4. Memformulasi pertanyaan-pertanyaan dengan tepat.
Menentukan Informasi-Informasi yang Relevan dengan Masalah
  1. Membedakan antara fakta, opini, dan keputusan logis. 
  2. Mengecek konsistensi. 
  3. Mengenali stereotip dan klise. 
  4. Mengenali bias, faktor-faktor emosional, propaganda, dan istilah semantik. 
  5. Mengenali nilai sistem dan ideologi yang berbeda.
Menyelesaikan Masalah / Menggambarkan Konklusi
  1. Mengenali ketepatan data. 
  2. Memprediksi kemungkinan-kemungkinan konsekuensi